💾 Archived View for gawuk.flounder.online › lika-liku_kehidupan_pribadiku_v2.gmi captured on 2022-06-11 at 21:31:13. Gemini links have been rewritten to link to archived content
⬅️ Previous capture (2022-04-28)
-=-=-=-=-=-=-
versi ini memuat perselingkuhan Tuti
Perkenalkan dulu, namaku Tuti. Maaf barangkali kisah ini tidak tersampaikan dalam bahasa yang bagus, karena aku tidak mempunyai pengalaman sedikitpun dalam hal tulis-menulis dan olah kata. Hee..heee.
Kisah merupakan pengalamanku sejak aku maih gadis kecil sampai saat ini aku menjadi seorang ibu bernakan satu, yang memberi warna dalah perjalanan hidupku. Pada usiaku yang ke dua belas aku sama sekali belum mempunyai pengetahuan yang cukup ataupun pengalaman mengenai seks. Pengetahuan awal mengenai seks aku dapatkan dari pengamatanku pada binatang. Di kampungku banyak orang memelihara ternak seperti kerbau, kambing, ayam, itik, maupun entok atau mentok. Pertama kali yang aku amati adalah apabila ayam jago mengawini ayam betina. Ayam betina biasanya diuber-uber ayam jantan untuk dikawini. Apabila ayam jantan telah naik di atas ayam betina ekor jago akan melengkung ke bawah dan semacam usus yang putih warnanya masuk ke dubur ayam betina. Ayam jantan langsung turun dan selesai. Dalam kasus yang hampir sama adalah pada mentok jantan mengawini betinanya. Biasanya berlangsung agak lama bila dibandingkan dengan ayam. Mentok jantan lebih besar dari pada mentok betina. Sebelum mentok betina yang kecil badannya dinaiki jantannya yang lebih besar, biasanya juga diuber-uber. Apabila sudah tertangkap, si jantan langsung menyosor kepalanya dan dinaiki, dengan suaranya yang mendengus-dengus (kayak orang lho...). Mentok jantan tidak cepat selesai, tetapi agak lama menyosori dan menggumuli si betina. Kasihan juga mentok betina yang tertindih itu. Sama seperti ayam, dubur mentok jantan beradu dengan dubur mentok betina, kontolnya yang seperti usus keluar dari si jantan dan masuk ke dubur si betina. Setelah masuk, dengan cepat mentok betina melepaskan diri dari cengkeraman si jantan dan mengibaskan sayapnya dan menjauhkan diri, apabila dekat kolam langsung mencebur ke air. Tetapi mentok jantan seperti lemes dan masih diam mendekam di tempatnya. Kontolnya yang seperti usus masih menggumpal di luar duburnya. Aku pernah mengamati dari awal sampai selesai, dan aku dekati, ternyata sebagian spermanya tumpah ke tanah. Setelah aku bersuami, aku pernah membicarakan dengan suamiku. Ternyata dia juga pernah mengamati. Katanya waktu itu (masih kecil dan belum sunat), kontol suamiku ngaceng banget. Kalau aku tidak merasakan apa-apa pada diriku maupun kemaluanku. Rasanya aku hanya ingin melihat lagi.
Yang lebih menarik adalah kawinnya kambing atau kerbau. Biasanya anak-anak kecil di kampungku (laki-laki dan perempuan) menggembala kambing atau kerbau di sore hari. Di pedesaan anak-anak laki-laki dan perempuan waktu itu jauh lebih terbuka. Kami biasa mandi bareng-bareng (telanjang tentu saja) di sungai. Kami tidak merasa malu. Pada waktu menggembala aku sering melihat dari dekat kambing kawin. Kambing jantan biasanya menguber kambing betina dengan mencium-cium kemaluan kambing betina. Kalau kambing betinanya mau, dia akan terus merumput dan tidak lari. Kambing jantan lalu menaiki dari belakang dengan menaikkan kedua kaki depannya di atas punggung si betina. kontolnya yang warnanya merah jambu dengan ujungnya ada yang melengkung seperti cakar ayam, keluar dari kulupnya, agak panjang dan masuk ke kemaluan kambing betina. Biasanya begitu masuk, disodokkan dua atau tiga kali langsung kakinya diturunkan dan kontolnya terlepas. Pada waktu kontolnya tertarik keluar, sebagian spermanya yang warna putih seperti santan ikut menetes keluar. Biasanya kambing jantan setelah selesai kelihatan agak lenger-lenger dan tidak mau kawin dalam beberapa waktu. Tetapi kalau ada kambing betina baru, kambing jantan akan menguber-uber untuk dikawini. Pantas saja laki-laki yang doyan kawin sering diibaratkan seperti bandot atau kambing jantan. Kalau kerbau, aku hanya melihat dari kejauhan saja. Caranya persis seperti kambing, tetapi tentu saja kontolnya lebih besar dan panjang. Tetapi untuk ukuran kerbau yang sebesar itu, kontolnya termasuk terlalu kecil. Warnanya kemerahan.
Yang lebih serem, ketika aku melihat kontol kuda. Aku belum pernah melihat kuda kawin. karena di tempatku tidak ada yang memelihara kuda. Pada waktu itu ada andong (kereta yang ditarik dua ekor kuda) berhenti di desaku. Sebagai anak kecil aku mendekatinya. Tiba-tiba di antara kedua kaki belakangnya, kontolnya memanjang dan menggantung. Kepala kontolnya keluar dari kulupnya dan warnanya hitam. Dibandingkan dengan punya kerbau, kontol kuda jauh lebih besar. Setelah aku punya suami dan biasanya memegang dan mengelus kontol suamiku, ternyata bentuk kepalanya persis seperti punya suamiku. Cuma punya kuda lebih besar dan panjang sehingga lebih serem. Pantas saja laki-laki yang punya kontol besar dan panjang sering dikatakan seperti punya kuda. Ake memang pernah membayangkan kalau kemaluanku dimasuki kontol sebesar kontol kuda, rasanya pasti sangat ngganjel dan marem banget.
Aku mempunyai pengalaman yang sebenarnya biasa saja, tetapi agak lucu, yaitu waktu aku pertama kali melihat bulu kemaluan seorang wanita. Hal itu justru membuktikan betapa rendahnya pengetahuanku mengenai seks. Hal itu terjadi waktu istri kakakku sedang sakit dan harus mondok di rumah sakit, dan aku mendapat giliran untuk menjaganya. Waktu itu aku masih duduk di kelas satu SMA. Pada saat mandi pagi, aku harus memandikan kakak iparku itu. Waktu selimut aku buka, aku sungguh terkejut melihat kemaluan kakak iparku bulunya tebal sekali, hitam dan keriting, sehingga kelihatan nyempluk sekali. Waktu itu kemaluanku belum ditumbuhi bulu, paling-paling satu dua dan masih tipis sekali. Waktu itu aku tidak membayangkan bahwa jembut bisa setebal itu. Kalau sekarang sih jembutku lebih tebal dari pada punya kakak iparku itu. Suamiku suka sekali ngelus-elus dan ngusek-usek jembutku dengan gemas.
Pada waktu aku duduk di bangku SMP aku mendapat pengalaman yang sangat membekas dalam hidupku. Walaupun aku sudah di bangku SMP tetapi aku masih sering tidur bersama ayah ibuku. Aku adalah anak kesayangan ayahku. Aku biasa tidur-tiduran di tempat tidur ayah ibuku, dan suka lupa ketiduran sampai pagi. Biasanya aku tidak dibangunkan, tetapi ibu selalu tidur di sampingku. Ayahku menggelar tidur dengan kasur tipis di lantai kamar. Pada suatu malam aku ketiduran dan kamar orang tuaku. Pada tengah malam aku terbangun. Sebelum sadar betul, aku mendengar suara yang aneh. terdengar suara dengusan dan lenguhan seperti orang menahan atau tertindih sesuatu, serta bunyi cleep, cleep.. berulang-ulang. Aku memperhatikan suara itu dengan memasang telingaku baik-baik. Suara itu datang dari bawah tempat tidur. Mendadak mataku jadi melek dan hilang kantukku. Aku tahu bahwa suara itu suara ibuku dan ayahku. Orang tuaku sedang bersetubuh. Aku jadi tidak berani bergerak, badanku panas-dingin, napasku tertahan-tahan. Selain suara lenguhan ibuku, juga terdengar suara ayahku mendesis-desis seperti orang kepedasan. sementara bunyi cleep, cleep nya makin cepat serta suara dengusan napas makin cepat pula. Terdengar suara lenguhan ibuku yang panjang dan bunyi cleep nya berhenti. Bunyi napas juga berhenti. sepi. Nampaknya persetubuhan orang tuaku telah selesai. Kemudian terdengar suara gemerisik, mungkin sedang membetulkan pakaian atau selimut. Karena aku tidur miring membelakangi, jadi aku tidak melihat apa-apa kecuali suara yang mendebarkan itu. Kemudian terdengar pintu kamar dibuka. Siapa yang keluar aku tidak tahu. Tidak berapa lama terdengar suara orang masuk kamar dan kemudian seseorang membaringkan diri di belakangku. Ternyata ibuku. Keadaan sudah sepi. Orang tuaku pasti mengira aku tidur nyenyak. Padahal aku sudah capek sekali karena tidak berani bergerak mengubah posisi tidurku. Setelah agak lama, aku aku berani membalikkan badanku. Setelah ibuku tertidur, aku bangun. Ayahku sudah tertidur di kasur di lantai kamar. Aku ke kamar mandi. Setelah dari kamar mandi aku tidak kembali ke kamar orang tuaku, tetapi langsung tidur di kamarku sendiri. Di kamarku aku tidak dapat tidur lagi. Terngiang-ngiang di telingaku, dengusan dan lenguhan ayah ibuku yang bersetubuh. Aku mengelus-elus kemaluanku yang berdenyut-denyut dan basah. Sejak saat itu, aku kapok tidur di kamar orang tuaku. Tetapi keinginan untuk kembali mendengar atau bahkan ingin melihat lagi sangat sering mnggangguku. Kadang-kadang aku mengamati ibuku pada pagi hari mandi keramas atau tidak. Kalau mandi keramas aku menduga-duga pasti semalam habis bersetubuh. Kadang-kadang aku kepengin sekali untuk mengulangi pengalaman di kamar tidur ayah-ibuku malam itu. Aku mulai mencari akal untuk dapat mengintipnya. Kusen pintu di kamar tidur orang tuaku ada kisi-kisi untuk angin-angin. Pada waktu aku ada di rumah sendirian, aku mencoba membawa bangku bulat untuk berdiri di depan pintu dan mengintip ke dalam kamar. Dengan jelas aku dapat melihat langsung ke atas tempat tidur ayah-ibuku. Dengan percobaan itu aku tinggal mencari waktu yang tepat untuk mengintip. Aku merasa ini pikiran sangat tidak waras alias gila banget. Masa aku pengin melihat orang tuaku sendiri bersetubuh. Apalagi aku seorang perempuan. Kalau ketahuan alangkah malunya dan mau ditaruh di mana mukaku ini. Akhirnya ide itu aku lupakan. Sampai suatu malam ketika kami hanya bertiga, ayah-ibuku dan aku yang berada di rumah. Dua orang kakakku sedang ada acara camping. Aku dan ayahku menonton TV sampai acara Dunia Dalam Berita pukul 21.00. Ibuku sudah masuk kamar sejak sore mungkin sedang capek. Mulai berita, ayahku berdiri dan masuk kamar tidur. Karena sendirian, aku jadi ngantuk juga, dan TV aku matikan. Di kamarku, aku tidak segera tertidur, malah pikiranku melayang-layang ingat persetubuhan orang tuaku. Ngantukku jadi hilang. Aku menduga-duga, jangan-jangan ayah-ibuku sekarang sedang bersetubuh. Aku jadi pengin mencoba mengintipnya. Aku bangun dan ragu-ragu. Pelan-pelan aku keluar kamar. dengan hati-hati aku mengambil bangku dan menuju ke depan pintu kamar orang tuaku. Aku mendekat. Sepi. Mendadak terdengar tempat tidur berderit. Sepi lagi. Kemudian terdengar ketawa lirih ibuku. “Jangan. gelii..” Darahku tersirap. Berdebar-debar. Napasku sesak, tersengal-sengal. Ayah-ibuku sedang bercumbu. Kemudian terdengar suara gemerisik dan derit tempat tidur, sepertinya banyak gerakan di tempat tidur. Pasti ayah ibuku sudah mulai bersetubuh. Aku bimbang, mau ngintip apa tidak?. Terdengar lenguhan ibuku. Aku semakin ingin mengintip. Dengan agak gemetaran aku naik ke bangku bulat. Walau dengan lampu kamar yang kecil, namun jelas terlihat aktivitas di atas tempat tidur. Aku lihat ayahku di atas ibuku. Pantatnya turun naik. Tangannya menyangga badannya dan kakinya di kanan-kiri paha ibuku. Tangan ibu di atas pantat ayahku yang turun naik dengan teratur. Kadang-kadang pantat ayahku ditekankan dalam-dalam ke pangkal paha ibuku. Pasti kontol ayahku ditekannya dalam-dalam ke kemaluan ibuku sampai badan ayahku tegak bertahan pada telapak tangannya di kanan kiri dada ibuku. Tiba-tiba ayahku menekuk tangannya dan menciumi ibuku, sementara pantatnya tetap bergerak turun-naik. Tangan ibuku memeluk ayahku dan memegang kepala ayahku, meremas rambutnya. Buah dada ibuku kelihatan menyembul tergencet dada ayahku. Nampak ibuku kelihatan putih di tindih ayahku yang kulitnya agak gelap. Aduh kelihatan mesra sekali. Tiba-tiba ayahku mengangkat badannya. kontolnya tercabut dari ibuku dan kelihatan panjang dan tegak mencuat. Ibu menelungkupkan badannya. Ayahku memasukkan kemaluannya dari belakang dan mulai maju-mundur meenggerakkan pantatnya. Ayah menciumi ibuku di lehernya dan telinganya dari belakang. Ibuku menoleh, dan bibir mereka berciuman, sementara kontol ayahku teratur mengocok dari belakang. Aku tidak tahu itu berlangsung berapa lama, sampai ayahku mencabut kontolnya yang tetap tegak berdiri dari pantat ibuku. Ibuku berbalik menelentang lagi. Ibuku kelihatan putih mulus dan buah dadanya menggunung indah sekali. Kaki ibuku di kangkangnya lebar-lebar. Ayahku memasukkan lagi kontolnya ke kemaluan ibuku. Kaki kiri ayahku berada di antara kedua kaki ibuku yag terbuka lebar, dan kaki kanan ayahku berada di luar kaki kiri ibuku. Ayahku tidak berada di atas ibuku tetapi berada di samping badan ibuku. sehingga yang menindih hanya pangkal kontol ayahku. Ayahku menekan kontolnya dalam-dalam dengan penuh semangat, dan kedua tangan ibu memegang dan menekan pantat ayahku. Ibu mengeliat-geliat, kepalanya menengadah dan terdengar desis dan rintihannya. Kaki kanannya ditekuk ke atas dan mengangkat pantatnya menyambut coblosan ayahku. Mendadak ayahku menggeser badannya dan menindih ibuku. Kaki ibu dirapatkan dan kaki ayahku menjepit kedua paha ibuku. Ayah ibu saling merangkul. Ayahku semakin cepat mencoblos ibuku dan rintihan ibuku makin jelas terdengar. Tiba-tiba coblosan ayah berhenti dan kelihatan otot pantatnya mengempis karena menekan kontolnya dalam-dalam ke ibuku. Ayah ibu saling merangkul kuat-kuat. Tidak berapa lama ayah mencabut kontolnya dan berbaring di samping ibuku. kontolnya masih keihatan berdiri. Persetubuhan itu telah selesai. Cepat-cepat aku turun dari bangku, mengembalikan bangku di tempatnya, dan kembali ke kamarku. Napasku sudah teratur lagi. Sambil berbaring aku berpikir, aku benar-benar anak durhaka dan berdosa. Masa mengintip ayah ibunya sendiri bersetubuh. Saat itu aku benar-benar merasa malu pada diriku sendiri. Pengalaman malam itu sungguh luar biasa. Saat itu aku berjanji pada diriku untuk tidak mengulangi lagi. Tetapi kenyataannya aku pernah mengintipnya lagi. Walaupun sudah 50 tahunan ayah ibuku masih tetap hebat dalam bercinta. Memang ibuku masih cantik dan badannya mulus sekali, dan juga penuh semangat. Ayahku sih jangan tanya. Ngganteng deh. Aku bangga sekali kalau jalan-jalan sama ayahku. Teman-temanku sering meledek bahwa ayahku pantas jadi pacarku. Aku bangga sekali. Dengan pengalaman itu pula aku berjanji apabila aku sudah punya suami dan anaknya sudah besar, tidak akan kulakukan persetubuhan dengan sembrono. Kamar harus benar-benar aman. Sangat berbahaya. Aku sendiri setelah bersuami juga merasakan sendiri, kalau sudah keenakan bersetubuh jadi lupa dan tidak peduli apapun kecuali menikmati persetubuhan kami. Tidak terasa aku melenguh, merintih yang kadang-kadang cukup keras. Tanpa sadar aku memanggil dan membisikkan nama suamiku atau suamiku menyebut namaku, biasanya pada waktu mau eyakulasi. Pengalaman mengintip ayah-ibuku itu tidak pernah aku kataku kepada suamiku dan menjadi rahasiaku sendiri. (Tapi malah aku katakan kepada anda hee hee...).
Kehidupan berjalan terus, sampai aku lulus SMA. Pada saat itu aku dilamar seorang pria yang masih ada ikatan saudara, sebut saja Mas Adi. Mas Adi telah bekerja di kantor Telepon (sekarang PT. Telkom). Orangnya ganteng dan orang tuanya cukup kaya. Aku waktu itu baru berusia 19 tahun. Sebenarnya memang aku sudah naksir sama Mas Adi. Maka waktu aku dilamar, walaupun masih sangat muda, aku sih mau saja. Aku pikir walaupun sekolah terus, toh nanti juga akan di rumah ngurus keluarga, karena Mas Adi tidak mengizinkan aku bekerja. Kasihan anak-anak katanya. Dan yang penting lagi, terus terang saja, aku sudah pengin disetubuhi laki-laki. Kemaluanku sudah pengin dimasuki kontol, kontolnya Mas Adi. Akhirnya aku jadi dikawinkan dengan acara cukup meriah, dan sangat berkesan selama hidupku. Tentu saja yang paling penting, bagaimana setelah kami dikawinkan dan mengarungi hidup ini bersama Mas Adi.
Beberapa bulan sebelum perkawinan kami, dalam masa pacaranku yang singkat, aku mendapatkan pengalaman mengenai kontol laki-laki. Pada hari libur aku dan Mas Adi sering bepergian berdua dengan sepeda motor. Tetapi pacaran kami yang nyerempet-nyerempet bahaya justru terjadi di rumah Mas Adi. Ciuman pertama berlangsung di gedung bioskop, waktu nonton berdua. Itupun belum dapat dinikmati betul. Tapi karena pertama kali rasanya luar biasa. Kalau untuk ukuran jaman sekarang, ciuman di bioskop itu rasanya lucu dan hambar. Kurang nafsu. Setelah menjadi suami istri aku sering diledek oleh suamiku mengingat ciuman di bioskop itu. Pertama kali aku melihat kemaluan laki-laki adalah punya Mas Adi. Hal itu terjadi waktu aku hanya berdua di rumah Mas Adi. Kami berdua ditinggal kondangan oleh orang tua Mas Adi. Kami berciuman sepuasnya dan Mas Adi meremas-remas buah dadaku dengan penuh nafsu. Karena nafsu semakin naik, Mas Adi sampai merogoh kemaluanku. Aduh rasanya takut-takut enak. Celana dalamku dipelorotkan sampai ke pahaku.
“Tut kamu pengin lihat punyaku nggak?. tanya Mas Adi. Aku diam saja, rasanya takut dan malu sekali. Tapi Mas Adi langsung membuka sarungnya dan melorotkan celana dalamnya. Aku kaget juga melihat kontol Mas Adi yang ngaceng tegak berdiri. Kepalanya mbendol, dan aku jadi teringat waktu aku melihat kontol kuda waktu aku masih kecil. Kelihatan urat-uratnya menonjol di kiri-kanan batang kontolnya. Tanganku dituntun Mas adi untuk memegangnya. Aku segera menggenggamnya dan memijit-mijitnya. Aduuh rasanya berdebar-debar sekali. Aku betul-betul telah memegang dan menggenggam kontol laki-laki. Aku mengelus-elus kepalanya. Mas Adi menggeliat dan mendesis “Aduuh geli... Tuut” katanya. Saat itu kami hanya sampai memegang-megang saja. Kami belum berani bertindak lebih jauh. Itupun malam harinya aku teringat-ingat kontol Mas adi yang ngaceng dan besar. Apakah nanti muat kalau masuk ke tempikku? Dan ini aku ketahui pada malam pengantin kami.
Setelah pesta selesai dan saudara-saudara telah pulang, baru terasa betul bahwa kami sangat capek dan ngantuk. Kami berdua masuk kamar pengantin kami. Karena sudah suami-isteri rasanya justru tidak malah santai dan tidak tergesa-gesa, tidak begitu menggebu-gebu untuk mulai bercumbu. Kami ganti pakaian, aku pakai daster dan Mas Adi pakai sarung dan kaos oblong. Kami berhadapan dan berciuman dengan mesra, saling meraba dan membelai. Entah siapa yang memulai, tahu-tahu dasterku telah terlepas, celana dalamku telah lepas pula, bh ku telah jatuh. Mas Adi membuka sarung, celana dalam dan kaos oblongnya. Telanjang bulat berdua. Mas Adi sudah nafsu sekali. Aku dibaringkannya di kasur. Mas Adi menciumi seluruh wajah dan badanku dari atas sampai bawah. Tangannya berhenti di gawukku, dielus, dibelai dikilik-kiliknya klitku. Liangku sudah basah. Tidak kalah semangat, kontol Mas adi aku genggam kuat-kuat dan aku elus-elus kepalanya. Mas Adi mulai menindihku, menciumiku. Ternyata berat juga!.
“Sekarang, ya Tuut”. Aku mengangguk.
Kakiku aku kangkangkan, tangan Mas Adi memegang kontolnya diarahkannya ke gawukku. Tangannya menuntun tanganku memegang kontolnya. “Tolong dipaskan ke lubangnya Tuut”. kata Mas Adi serak. Aku paskan kepala kontolnya ke lubang tempikku. Mas Adi menekan, nekan lagi, nekan lagi nggak masuk-masuk juga. Aku semakin takut, nafsyuku justru menurun. Mas Adi membasahi kepala kontolnya dengan ludahnya. Aku paskan lagi ke lubangku. Ditekannya, dan blees masuk kepalanya. Aku menjerit lirih. “Sakiit ya Tuut. Sakit yaa.” bisik Mas Adi. Aku mengangguk. Masya Allah kontol mas Adi baru masuk sepertiganya. Rasanya perih dan ngganjel sekali di liang tempikku. Mas Adi menekan masuk lebih dalam, seret sekali. Nampaknya ludah Mas Adi hanya membasahi kepalanya saja, sehingga batangnya tetap kering. Kalau kontolnya digerakkan rasanya sakit. Aku takut sekali. Kalau nanti sakit terus, lalu nanti gimana? Akhirnya aku menangis. Mas Adi kaget. Dicabutnya kontolnya pelan-pelan dan aku dicuminya” Aduuh, sakit sekali ya Tuut. Sudah-sudah dulu nggak usah diterusin dulu” katanya menghiburku.
“Nanti Mas Adi gimana kalau sakit teruss” bisikku sambil memeluknya.
“Nanti, lama-lama kan nggak sakit. Sabar saja deh.” hiburnya. Tapi aku yakin Mas Adi pasti kagol malam itu.
Ceritanya malam pengantin kami tidak selesai. Mas Adi gagal memerawaniku. Kami tidur karena memang capek dan ngantuk. Pagi-pagi bangun. Mas Adi berkata “Tuut, sarungku basah. Spermaku keluar sendiri semalam waktu aku tidur”. Nampaknya karena sudah nafsu sekali, dan persetubuhan kami tidak selesai, spermanya yang sudah siap moncrot akhirnya keluar sendiri waktu Mas Adi tidur. Kasihan Mas Adi. Pagi itu setelah mandi, aku masuk kamarku. Kemaluanku masih agak panas rasanya. Aku lihat lubang tempikku dengan cermin. Kulihat liangnya masih nampak rapat, Kelentitnya juga nampak jelas dan agak kebiruan. Kasihan Mas Adi. Aku berjanji malam nanti harus dapat diselesaikan.
Malamnya kami masuk kamar tidur sekitar pukul 21.00. Mas Adi langsung memeluk dan menciumku. Aku sudah siap-siap, sehingga tidak pakai celana dalam dan bh.
“Mas, ayo kita selesaikan Mas” kataku. Mas Adi juga hanya pakai sarung saja. Dilepasnya sarungnya, dan dasterku disingkapkan ke atas sampai ke leherku, sehingga buah dadaku juga terbuka. Mas Adi sudah akan naik di atasku.
“Mas.. kontolnya dibasahi sampai klomoh semua yaa. Sampai belakang ke pangkalnya, biar licin”. kataku.
Mas Adi diam saja, terus meludahi telapak tangannya dan dioleskan ke kontolnya. Benar juga, kontolnya relatif mudah masuk walaupun terasa ngganjel banget. Akhirnya masuk semuanya. Mas Adi mulai turun naik. Aku mulai menikmatinya. Makin basah, makin licin, dan makin enak, makin enak, makin enak. Mas Adi juga makin bersemangat mengocokku. Dia merangkulku, menciumiku. kontolnya terasa keluar-masuk tempikku yang sudah semakin licin. Benar-benar kontol itu rasanya enak sekali. Otot tempikku makin berkontraksi menjepit keras kontol Mas Adi. Mas Adi makin cepat mencoblos tempikku, dan akhirnya dia menekan kontolnya masuk dalam-dalam sampai habis ke pangkalnya. Napasnya terhenti. terasa kontolnya bergerak-gerak pelan di dalam tempikku. Spermanya sudah keluar. Selesailah sudah malam itu. Perawanku sudah diambil Mas Adi. Memang haknya dia. Aku bahagia sekali, Mas Adi sudah bisa moncrot spermanya di tempikku. Malam itu aku belum benar-benar merasakan nikmatnya bersetubuh. Tapi aku sudah punya keyakinan gawukku sudah tidak akan sakit lagi. Setelah malam itu, kami hampir setiap malam bersetubuh. Aku sudah bisa merasakan orgasme beberapa kali sampai lemes. Aku tidak malu-malu lagi untuk bergerak, menggeliat, mencengkeram, melenguh, merintih menikmati coblosan suamiku. Mas Adi juga mengajariku bebrapa variasi dalam berhubungan seks. Tetapi sampai saat ini Mas Adi tidak mau aku mengulum kontolnya. Katanya kontol itu tempatnya di tempik bukan dimulut. Dia kasihan kalau aku harus mengemot dan mengulum kontolnya. Rasanya dia kayak orang yang sewenang- wenang sama istrinya. Demikian juga aku juga tidak tega kalau suamiku sampai mengulum dan menjilati tempik dan itilku. Memang betul Mas Adi, tempik itu rumah kontol, kalau lidah ya di mulut.
Kehidupan seksual dengan suamiku baik-baik saja, sampai aku hamil. Pada saat hamil kami tetap bersetubuh dengan teratur, walaupun dengan berhati-hati. Bahkan malam sebelum anakku lahir, kami masih bersetubuh. Kata Mas Adi setelah hamil tua, gawukku menjadi semakin lebar dan licin, tetapi enak juga. Aku juga tetap merasa enak. Aku melahirkan bayi laki-laki yang cakep banget dan sehat. Kata Mas Adi anak ini pasti sehat karena setiap malam “disepuh” atau dilumuri sperma ayahnya waktu di dalam kandungan. Terang saja, sampai hamil besarpun kami tetap bersetubuh minimal dua kali seminggu.
Satu bulan lebih setelah melahirkan, Mas Adi sudah nggak tahan lagi. Tiap malam kontolnya ngaceng banget. Walaupun aku pijit dan aku kocok, tetapi spermanya bandel nggak mau keluar-keluar juga. Lama-lama aku kasihan juga sama Mas Adi. Nampaknya persediaan spermanya sudah penuh dan pengin moncrot keluar.
“Mas.. sekarang boleh dicoba yaa. Tapi pelan-pelan lho” ajakku suatu malam setelah aku mengocok kontolnya.
“Sudah berani Tut.. Sudah sembuh” Aku mengangguk.
Dasterku aku singkapkan ke atas. Buah dadaku yang besar karena sedang menyusui, kelihatan putih menggunung. Mas Adi membuka celana dalamku. Buah dadaku diciuminya dan mengenyot pentilku pelan-pelan.
“Mas.... jangan kuat-kuat nanti air susunya keluar lho”
“Habis gede banget dan putih Tut. Aku gemes banget”
Kakiku aku kangkankan, dan Mas adi mulai naik ke atas tubuhku. Gawukku siap dicoblos. Pelan-pelan kepala kontolnya menempel ke lubangku, ditekan pelan, masuk,masuk.. dan akhirnya masuk semuanya. Kami langsung menikmatinya. Karena sudah satu bulan lebih tidak masuk ke tempikku, waah Mas Adi langsung ngotot deh, nafsu banget.
“Mas.. alon-alon lho. Kok langsung ngotot siih”.
“Tut.. aku pengin banget. Begitu masuk peliku langsung penak banget. Aku pasti cepat keluar niih. Nggak apa-apa ya Tut..” Aduuh penak banget Tut..“katanya dengan terus mengocokku.
“Kalau sudah mau keluar langsung dicrootkan saja lho Mas. Nggak usah ditahan-tahan. Aku juga sudah enak kok. Dicrotkan di luar saja lo Mas.” kataku sambil mengelus punggungnya. Mas Adi tidak menjawab, hanya terus menyetubuhiku dengan penuh semangat.
“Tuut aku mau keluar... mau keluaar..Aduuh keluar..Tuut” Mas Adi cepat mencabut kontolnya. Cepat aku sambar dan aku genggam kuat-kuat. Spermanya muncrat-muncrat di atas perutku. Mas adi langsung lemes dan terguling di sampingku. Aku membersihkan kontol Mas Adi dan sperma yang berantakan di atas perutku.
“Enaak Mas..” bisikku sambil tersenyum.
“Aduuh penak banget Tuut. Sudah ngampet sebulan. Sayang 10 menit sudah keluar yaa... Kamu sudah puas belum Tuut.” katanya sambil memandangku.
Nggak apa-apa Mas. Ini kan percobaan. Nanti dipuas-puasin deeh. Tadi aku agak takut juga. Habis Mas langsung ngotot saja. Tapi ternyata lama-lama enak juga. Besok lagi ya Mas” Kami tertawa, berciuman lagi. Mesra. Aku bahagia sekali.
Mungkin bagi sebagian pembaca menganggap hubungan suami-istri seperti kisahku ini adalah hal yang sudah semestinya. Sehingga sensasinya tidak begitu mencekam lagi, karena itu sudah hal yang biasa dan wajib dilakukan oleh sepasang suami istri. Dan kami memang selama ini berhubungan badan secara normal-normal saja. Konvensional dan tidak pernah aneh-aneh. Paling-paling Mas Adi masuk lewat belakang dengan berbaring miring atau aku menungging. Aku juga tidak senang berada di atas, karena aku malah capai dan masuknya terlalu dalam. Aku lebih senang di bawah saja. Aku paling senang kalau kakiku kubuka lebar-lebar, dan Mas Adi mencoblos gawukku (vulva, red) dengan diputar-putar disenggolkan klitorisku dan dinding kemaluanku. Tetapi kalau sudah mau keluar Mas Adi minta kakiku dirapatkan. Aku kadang-kadang juga capai mengangkangkan kakiku karena Mas Adi tidak keluar-keluar spermanya. Biasanya kakiku kurapatkan dan Mas Adi pasti langsung tambah semangat. Katanya kalau kakiku dirapatkan gawukku akan menonjol ke atas dan rasanya pelir (kontol, red) Mas Adi masuk dalam banget, dan buah zakarnya menempel di pangkal pahaku. Katanya kalau sudah nikmat sekali rasanya yang masuk tidak hanya kontol Mas Adi saja, tetapi seluruh badan dan jiwanya masuk ke gawukku. Luar biasa. Tidak berapa lama kalau sudah begitu Mas Adi tidak tahan lagi dan langsung menyemprotkan spermanya dan langsung lemas.
Kami juga punya banyak koleksi film-film biru. Tetapi lama-kelamaan aku jadi biasa dan tidak begitu bersemangat untuk nonton. Biasanya Mas Adi menonton di kamar tidur kami, sambil tiduran di sampingku. Kalau ada pemain yang kontolnya besar dan panjang, biasanya Mas Adi memberi tahuku. Dan memang kulihat ada yang besar sekali dan panjang sampai tidak kuat berdiri tegak, tetapi menggelantung di antara pahanya. “Tut kalau lihat kontol segede itu kamu pengin ngrasain nggak Tut. Aku jadi minder lho kalau lihat yag segede itu”, kata Mas Adi. “Nggak, aku nggak pengin. Aku sudah puas dan cape melayanimu, Mas. Jangan kawatir deh. Aku sudah puas sama yang ini”, kataku sambil meremas kontol Mas Adi. Sungguh aku tidak kepingin dimasuki kontol yang segede itu. Paling-paling malah sakit kegedean. Menurutku punya Mas Adi sudah cukup besar dan panjang. Kami pernah mengukur, panjangnya 15 cm. Kalau diameternya aku belum pernah mengukur. Tetapi jelas bagiku kontol Mas Adi memuaskan gawukku. Kepalanya licin, mengkilat dan agak lancip. Kepalanya dulu agak kemerahan, tetapi makin lama kok makin gelap warnanya, agak kehitam-hitaman. Aku senang sekali mengelus-elus kepala kontol itu dan biasanya Mas Adi mendesis-desis kegelian. Kalau sudah kepingin sekali dari lubangnya keluar sedikit cairan yang bening dan agak lengket. Menurut pengalamanku selama ini aku tidak mempedulikan besar kecilnya kontol Mas Adi. Yang penting kami bersetubuh dengan penuh nafsu. Sehingga apapun gerakan kontolnya Mas Adi akan terasa nikmat sekali di gawukku. Yang penting kontol harus tegang dan masuk sampai habis mepet ke gawukku. Aduh kalau sudah begitu aku marem banget deh. Kalau sudah mau keluar Mas Adi akan mengocok semakin cepat dan kasar. Aku mengimbanginya dengan merangkul dan mengantolkan kakiku di pantatnya Mas Adi. Dulu waktu sebelum punya anak, kalau sudah mau ejakulasi kontolnya dibenamkan dalam-dalam ke gawukku. Tetapi sekarang karena harus mengatur kelahiran, kalau mau keluar, cepat-cepat kontolnya dicabut dari gawukku, cepat kupegang dan dikocok-kocok sedikit dan spermanya langsung muncrat di atas perutku dan dadaku. Pernah juga menyemprot ke mukaku, karena kontolnya waktu itu menghadap ke atas. Akhirnya kami sepakat kalau keluar kontolnya tidak usah kupegang, tetapi langsung ditekankan di pangkal pahaku di samping gawukku. Mas Adi boleh menekan kuat-kuat di lipatan pangkal pahaku itu, karena aku tidak sakit. Tetapi kalau ditekankan di atas gawukku, rasanya sakit tertekan kontolnya yang keras kayak kayu itu.
Akhirnya spermanya menyemprot di pangkal pahaku, membasahi rambut kemaluanku, dan kadang-kadang menyemprot jauh ke atas sprei. Kata Mas Adi kalau ejakulasi kontolnya harus tertekan. Kalau kontolnya tertekan, ototnya akan berkontraksi waktu mau ejakulasi. Katanya rasanya luar biasa. Pernah dicoba waktu ejakulasi dibiarkan saja, kata Mas Adi, spermanya hanya menyemprot saja tidak disertai kenikmatan seperti dipegang dan dikocok. Tahu-tahu cuma lemas doang. Kalau dikeluarkan di dalam gawukku, yang membuat nikmat karena dibenamkan dalam-dalam, sampai bulu kemaluan kami menyatu. Kadang-kadang aku merindukan untuk disemprot sperma Mas Adi. Aku kangen dengan sperma Mas Adi yang membuat lubangku basah dan licin. Aduh rasanya marem banget deh. Sekarang kami bisa begitu hanya pada waktu sehabis mens saja. Begitu paginya selesai mens, malamnya aku pasti minta, “Mas, ayo aku dipejuhi.”
Kami juga pernah pakai kondom. Tetapi kami tidak merasa nyaman. Rasanya lubangku hanya kemasukan benda mati saja. Demikian juga Mas Adi, katanya dia merasa tidak alami. Dia bisa ejakulasi karena selalu ditekankan dalam-dalam. Kenikmatan kepala kontolnya jadi hilang. Biasanya lama sekali, sampai capai, spermanya tidak keluar-keluar. Sekarang kami tidak pernah pakai lagi. Mas Adi juga kreatif dalam berhubungan seks. Kami biasa main di kursi tamu, di dapur, di kamar mandi dan bahkan di depan jendela yang terbuka di lantai dua. Kalau di kursi, aku duduk bersandar di kursi dan membuka kakiku lebar-lebar. Mas Adi memasukkan kontolnya dari depan dan tangannya bertahan pada sandaran kursi. Aku senang dengan posisi ini, karena aku tidak ditindih oleh Mas Adi yang beratnya 69 kg. kontolnya juga bisa masuk dalam sekali.
Pernah juga kami main di dapur. Mula-mula Mas Adi merangkul dari belakang mempermainkan buah dadaku waktu aku sedang membuat teh. Kami jadi nafsu sekali, dan aku duduk di meja dapur. Mas Adi memasukkan dari depan sambil berdiri. Kami dapat melihat kontol Mas Adi keluar masuk gawukku. Atau aku membelakangi berpegangan meja dapur. Mas Adi masuk melalui belakang. Aku tidak begitu suka dengan posisi ini, karena kontolnya akan masuk terlalu dalam. Kalau sudah selesai, kami harus mengepel lantai, karena spermanya muncrat-muncrat di lantai dapur. Kalau di depan jendela (di lantai 2), mula-mula kami hanya main-main bersenda gurau. Sampai saling memegang dan meraba. Akhirnya kami jadi nafsu banget. Aku dicoblos dari belakang, dan aku berpegangan pada jendela. Enak juga lho.
Kalau di kamar mandi sih sering sekali. Tetapi aku pasti kebagian untuk memegang dan mengocok kontol Mas Adi kalau sudah mau keluar. Setelah itu kami saling mencuci. kontolnya bagianku dan gawukku bagian Mas Adi. Asyik juga lho. Mas Adi-ku ini memang kreatif. Pagi-pagi kami berdua saja. Anak kami sedang berada di rumah neneknya. Mas Adi sudah siap mau berangkat. Dia mendadak menciumku. Kok tumben batinku. Ciumannya agak lama. Akhirnya kami kepingin banget. Mas Adi membuka lagi pakaiannya yang sudah rapi. Kami bersetubuh cukup lama. Bebas betul. Tidak ada orang lain. Kami saling menggeram dan merintih. Setelah selesai kami mandi bareng. Pernah juga Mas Adi sekitar pukul 09.00 sudah pulang. Kupikir akan mengambil sesuatu. Tetapi tahu-tahu dia berkata “Tuut aku pengin banget. Makanya aku pulang Ayo dong Tut.” Aku melongo dan akhirnya tertawa. Oh ala Mas.. Mas, kok kebangeten teman sih. Aku layani Mas Adi pagi itu sampai puas. Kami beberapa kali mengulanginya lagi. Kadang-kadang aku mengharapkan Mas Adi pulang hanya untuk menyetubuhiku. Asyik juga lho. silakan coba deh.
---
Dalam hal seks sebenarnya aku sudah puas sekali dipenuhi oleh Mas Adi. Aku punya keponakan, yaitu anak dari kakaknya Mas Adi yang tinggal dalam satu komplek dengan kami. Keponakan kami itu juga sudah berkeluarga dan baru saja melahirkan. Karena dekat aku juga banyak membantu seperlunya. Suatu hari Mas Adi sedang tidak ada di rumah karena ada tugas ke luar kota selama seminggu dan anakku juga sedang ada di rumah neneknya. Kira-kira pukul 19.00 keponakan Mas Adi itu, Tanto namanya, datang ke rumahku. Aku agak nggak enak juga, malam-malam aku sedang sendirian kok dia datang ke rumahku. Nampaknya Tanto tahu bahwa aku sedang sendirian. Mula-mula dia bilang mau cari obat flu, tetapi setelah kuberi, dia tidak segera pulang juga. Pembaca harap ketahui bahwa keluarga Mas Adi itu orangnya memang cakep-cakep. Yang perempuan cantik-cantik. Tanto ini tidak kalah dengan Mas Adi. Orangnya tinggi semampai dan kuning. Wajahnya tidak ganteng tetapi cantik seperti wanita. Orangnya nampak lebih romantis daripada Mas Adi. Kami duduk di ruang tamu. Aku pamit ke dapur untuk membuat minum, Aku sedang menyeduh teh, ketika Tanto tiba-tiba sudah di belakangku. Sebelum kusadar apa yang terjadi, Tanto sudah mendekapku dari belakang.
"Took, jangan.. jangan, nggak boleh.." kataku sambil berusaha melepaskan diri.
"Mbaak.. Mbaak Tutik", bisiknya sambil menciumi leherku dan telingaku.
"Mbaak aku kangen banget sama Mbaak. Kasihanilah aku Mbaak. Aku kangen banget", bisiknya sambil terus mendekapku erat-erat.
"Ingat Tokk aku tantemu lhoo. istri Oommu .. ini nggak boleh.." kataku sambil meronta-ronta.
"Aduhh. Mbaak jangan marah yaa. Aku nggak kuaat", bisiknya penuh nafsu.
Tangannya meremas buah dadaku, menciumi leher dan belakang telingaku. Tangan kirinya merangkulku dan tangan kanannya tahu-tahu sudah meraba vaginaku. Aduh, gilaa, malah bangkit nafsuku. Kalau tadi aku meronta, sekarang aku malah diam, pasrah, menikmati remasan di vaginaku. Aku dibaliknya menjadi berhadapan, aku didekapnya, dan diciumi wajahku. Dan akhirnya bibirku dikemotnya habis-habisan. Lidahnya masuk ke mulutku, dan aku tidak terasa lagi lidahku juga masuk ke mulutnya. Tanto ini menurutku saat itu agak kasar tetapi benar-benar romantis, aku benar-benar terhanyut. Sensasinya luar biasa. Mungkin orang diperkosa itu kalau situasinya memungkinkan malah menjadi nikmat untuk dinikmati. Aku membalas pelukannya, membalas ciumannya. Kami semakin liar. Tangan Tanto menyingkap dasterku dan merogoh ke dalam celana dalamku. vaginaku didekapnya dan dipijat-pijatnya, diremasnya, dimainkannya jarinya di belahan vaginaku dan menyentuh clitorisku. Kami tetap berdiri, aku didorongnya mepet menyandar ke tembok. Celana dalamku dipelorotkan di pahaku, sementara dia membuka celana dan memelorotkan celana dalamnya. Penisnya sudah tegang banget mencuat ke atas. Tangan kananku dibimbingnya untuk memegangnya. Aduuh besar sekali, lebih besar daripada punya Mas Adi. Secara reflek penisnya kupijat dan meremas-remas dengan gemas. Tanto semakin menekan penisnya ke vaginaku. Aku paskan di lubangku, dan akhirnya masuk, masuk semuanya ke dalam vaginaku. Tanto dengan sangat bernafsu mengocok penisnya keluar masuk. Benar-benar kasar gerakannya, tetapi gila aku sungguh menikmatinya. Penisnya terasa mengganjal dan nikmat banget. Aku pegang bokongnya dan kutekan-tekankan mepet ke pangkal pahaku, agar mencoblos lebih dalam lagi.
"Mbaak aku nggaakk taahaan lagii.." keluhnya.
"Di luar saja, di luar saja yaa.." bisikku dengan nafas memburu.
"Oooh.. Mbaakk..", cepat kudorong pinggulnya ke belakang, sehingga penisnya terlepas dari vaginaku. Tangan Tanto segera menggenggam penisnya dan spermanya muncrat mengenai perut, dasterku dan sebagian tumpah di lantai dapur. Kami berpelukan lagi sambil mengatur napas kami. Ya ampun, aku disetubuhi Tanto dengan berdiri, dipepetkan ke tembok. Gila, aku malah menikmatinya, aku orgasme, walaupun hanya dilakukan tidak lebih dari 10 menit saja. Setelah selesai Tanto kusuruh cepat-cepat pulang lewat pintu belakang. Setelah dia pulang aku jadi ketakutan setengah mati. Jangan-jangan ada orang yang tahu. Aduh bisa geger komplek ini. Malam itu aku langsung mandi keramas. Setelah mandi, sambil menonton TV di kamarku aku berpikir macam-macam. Aku telah selingkuh, apa aku ini diperkosa. Diperkosa? Aku justru menikmatinya. Tanto itu kurang ajar dan kasar. Tapi penisnya gede banget dan nikmat banget. Mengapa Tanto kurang ajar kepadaku? Mungkin dia sudah puasa tidak menyetubuhi istrinya selama sebulan lebih sampai istrinya melahirkan. Dan pasti dia sudah menaksirku sejak lama. Kalau nafsunya naik ke kepala, mengapa dilampiaskan kepadaku? Tetapi mengapa aku juga menikmatinya? Aku ketiduran sampai pagi.
Perselingkuhanku dengan Tanto berulang beberapa kali, selalu saat Mas Adi ke luar kota. Kami melakukan di kamar tidurku atau di sofa ruang tamuku. Aku seperti punya simpanan laki-laki, dan aku benar-benar menikmati persetubuhan colongan itu. Karena dilakukan dengan takut-takut ketahuan orang, akhirnya selalu terburu-buru, tetapi sensasinya luar biasa. Memabokkan, dan membuatku kecanduan. Hubunganku dengan Tanto berakhir, setelah dia mendapat tugas baru di kota lain. Sebelum dia pergi, aku sengaja menghindar untuk tidak menemuinya. Waktu dia pamit ke rumahku, aku pergi lewat pintu belakang pura-pura tidak tahu. Dia ditemui Mas Adi saja. Aku akan melupakannya. Harus melupakannya. Aku wajib menjaga keutuhan rumah tanggaku yang telah aku bina bertahun-tahun. Akhirnya aku melupakannya. Sekarang hanya penis Mas Adi yang memasuki vaginaku. Walaupun aku sudah hampir 46 tahun dan Mas Adi 53 tahun, persetubuhan kami tetap teratur dan tidak berkurang frekuensinya. Minimal 3 kali dalam seminggu. Penis Mas Adi masih tetap kuat seperti dulu, justru malah semakin tahan lama. Aku sering minta untuk segera dikeluarkan spermanya, karena aku sudah kecapaian karena Mas Adi nggak selesa-selesai. Aku juga belum menopause. Akhir-akhir ini berat badanku naik. Aku menjadi agak gemuk. Tetapi Mas Adi malah senang, karena buah dadaku juga makin besar. Memang Mas Adi senang dengan perempuan yang mempunyai badan yang padat berisi. Kata Mas Adi kalau perempuan kurus dan buah dadanya kecil, kalau telentang buah dadanya akan hilang. Makanya dia tidak senang perempuan yang kerempeng. Kalau dipegang dengan gemas jangan-jangan malah dia kesakitan, katanya. Kata dia kalau melihatku, pahaku, bokongku, dan buah dadaku pasti nafsu. Sering aku ditelanjangi dan dibaringkan di tempat tidur. Aku dipandanginya tanpa berkedip. "Tut kamu indah sekali.." katanya. Dan tentu saja aku tersanjung. Selanjutnya aku melayani dia sampai lemas.
---
Walaupun aku sudah hampir 46 tahun dan Mas Adi 53 tahun, persetubuhan kami tetap teratur dan tidak berkurang frekuensinya. Minimal 3 kali dalam seminggu. kontol Mas Adi masih tetap kuat seperti dulu, justru malah semakin tahan lama. Aku sering minta untuk segera dikeluarkan spermanya, karena aku sudah kecapaian karena Mas Adi nggak selesa-selesai. Aku juga belum menopause. Akhir-akhir ini berat badanku naik. Aku menjadi agak gemuk. Tetapi Mas Adi malah senang, karena buah dadaku juga makin besar. Memang Mas Adi senang dengan perempuan yang mempunyai badan yang padat berisi. Kata Mas Adi kalau perempuan kurus dan buah dadanya kecil, kalau telentang buah dadanya akan hilang. Makanya dia tidak senang perempuan yang kerempeng. Kalau dipegang dengan gemas jangan-jangan malah dia kesakitan, katanya. Kata dia kalau melihatku, pahaku, bokongku, dan buah dadaku pasti nafsu. Sering aku ditelanjangi dan dibaringkan di tempat tidur. Aku dipandanginya tanpa berkedip. “Tut kamu indah sekali..” katanya. Dan tentu saja aku tersanjung. Selanjutnya aku melayani dia sampai lemas.
“Tut nanti kalau sudah tua, dan aku masih tegang terus, kamu gimana Tut?” katanya suatu malam. Waktu itu kami habis bersetubuh. “Memangnya kenapa sih. Paling Mas Adi takut kalau aku tidak mau melayani lagi karena aku sudah menopause kan?” jawabku. “Katanya kalau sudah menopause, gawuk menjadi kering dan tidak bergairah lagi melayani suaminya”.
“Itu kan katanya. Yang sebenarnya kita kan nggak tahu kan. Bisa juga karena sudah tua, mereka malu mengakui kalau masih giat bersetubuh. Padahal masih normal seperti dulu. Kalau dilihat sampai saat ini, aku kok nggak membayangkan kalau aku menjadi malas bersetubuh. Rasanya disentuh saja aku sudah kepingin dan siap dicoblos. Kalau nanti kering, ya kembali dong kayak dulu malam pertama. Nanti aku yang akan mengelomohi kontolmu biar licin.”
Kami tertawa bareng. Kami berbahagia. Seks bagi kami memang kebutuhan penting. Setiap hari pun rasanya aku sanggup melakukannya. Mungkin nafsu seks kami memang berlebihan. Habis eenaak bangeet sih.
Nah pembaca, mustinya aku akan terus menulis sampai selesai. Namun pasti aku harus duduk di depan komputer seharian. Maka untuk kali ini aku cukupkan sekian dulu. Nanti akan aku teruskan ke seri berikutnya. Salam.